Judul di atas bukan sekedar omongan dari blog elmarzuqi.com. Tapi ucapan itulah yang dilontarkan oleh Mendiknas, M. Nuh ketika berada di PT Ghalia Indonesia Printing (GIP), Desa Bojongkerta, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Selasa (16/4/2013).
Sebagai salah satu komponen
pendidikan, elmarzuqi sebagai pendidik (baca: guru) tentu ikut prihatin melihat ketidak-beresan
(baca: carut-marut alias amburadul) pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tahun ini. Alih-alih
meminimalisasi berbagai tindak kecurangan UN di tahun sebelumnya, pemerintah
melalui Kemendiknas membuat berbagai aturan prosedural UN. Beralihnya paket soal
yang sebelumnya hanya tediri dari 5 paket, dan kode soal A, B, C, D dan E ke
paket soal yang sekarang terdiri dari 20 paket soal yang berbeda dan
menggunakan kode Barcode baik di soal maupun di LJUN, ditambah lagi LJUN yang
menempel dengan soal ujian, terdengar sedikit ruwet bukan hanya bagi para
peserta didik tapi juga para pendidik/guru.
Hal ini sepintas memang
membuat sulit para oknum guru, sekolah ataupun siswa yang tidak patut ditiru oleh
siapapun untuk membocorkan soal UN. Namun, indikasi bocornya soal UN tetap saja
terjadi sperti di Padang, Sumatra Utara. Inilah fakta bahwa UN belum bisa
dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan di Indonesia. Nilai kejujuran
yang seharusnya dijunjung tinggi ternyata hanya manis terucap di bibir saja. Buktinya,
di hari pertama saat para pengawas dari dinas terkait berkunjung di salah satu sekolah
di Jombang, eh ada saja siswa yang sedang asik memindahkan jawaban dari
Handphone-nya. Hal ini jelas-jelas tertangkap kamera wartawan yang sedang
meliput kunjungan dan suasana UN di sekolah tersebut.
Belum lagi celah kecurangan
pelaksanaan UN terselesaikan, eh di belahan Indonesia Tengah, para peserta
didik di sana tidak bisa mengikuti UN sesuai dengan jadwal yang ditentukan
sebelumnya. Hal ini ternyata disebabkan karena kendala teknis terlambatnya
proses pencetakan soal UN oleh PT. Ghalia Indoneisa Printing yang
menandatangani tender pencetakan soal UN untuk 11 provinsi di Indonesia tengah.
Adapun 11 provinsi yang belum terdistribusi soal UN dan mengalami pergeseran
jadwal Ujian Nasional adalah Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi
Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Di daerah
tersebut sebanyak 3.601 sekolah SMA/MA, 1.508 SMK, dan 1,1 juta anak terimbas
kebijakan ini.
Banyak pakar pendidikan, para guru, pemerhati pendidikan dan anggota
DPR yang berkomentar akibat kejadian “memalukan” ini. Bahkan presiden SBY pun
ikut menanyakan langsung kepada Mendiknas M. Nuh perihal mundurnya jadwal UN di
sebelas provinsi tersebut.
Yah, semoga pemerintah dalam hal ini Kemendiknas bisa mulai “Belajar
dari pengalaman” karena pengalaman adalah guru terbaik. Tidak hanya berspekulasi
dan terlalu menganggap remeh hal-hal kecil di lapangan. Ingatlah, bahwa UN
telah menyibukkan dan menyita waktu (baca: menyulitkan) semua komponen
pendidikan di seluruh nusantara Indonesia dengan adanya UN yang banyak menelan (baca:
menghamburkan) negara.
ngeri un gagal
ReplyDeleteYa gan, kasihan anak didik or adik-adik kita yah ...
ReplyDelete