"Kaya itu penting, tapi jangan yang
penting kaya; yang penting kaya bisa menghalalkan segala cara. Maka kalau bisa
orang itu kaya dan sehat. Sehat itu penting, karena maksiat saja perlu sehat,
apalagi ketaatan dan kebaikan perlu kesehatan. Berusahalah jadi orang kuat.”
“Hidup itu nikmat dan indah, maka nikmatilah
keindahan hidup. Yang membuat tidak nikmat itu manusianya. Allah sudah
menjadikan semuanya indah di dunia ini.
“Dia-lah yang membuat indah segala sesuatu yang Dia ciptakan” (QS. [32]: 7).”
“Keindahan dan kenikmatan bagi seorang guru
yaitu murid; bagi suami adalah istri; bagi orang tua adalah anak; bagi pemimpin
adalah rakyat, dst. Ini surga kita: guru punya murid, murid punya guru, itu
surga. Bayangkan murid tidak punya guru, atau guru tidak punya murid. Dokter
tidak punya pasien, pasien tidak punya dokter.”
“Guru bukan sekedar mengajar ilmu, tapi juga
mengajar kehidupan. Kiai yang bener itu ada di pondok 24 jam, 7 hari seminggu,
31 hari sebulan, dst; pesantren tidak boleh jadi sambilan, mendidik dan
mengajar tidak boleh hanya sambilan. Harus totalitas; tenaga, pikiran, hati,
dan keikhlasan.”
“Kita syukuri kenikmatan ini, dan kita nikmati
kesyukuran ini. Jangan sampe kenikmatan kita disyukuri orang lain, atau
kesyukuran kita orang lain yang menikmati. Ramadhan dan Idul Fitri, itu
kesyukuran dan kenikmatan kita, jangan sampai malah orang-orang nasrani,
yahudi, kapitalis, komunis, dll yang menikmati.”
“Memberi sedekah saat-saat sulit itu bagus,
mulia. Memberi sedekah saat lapang itu biasa. Ingat hadis Rasul: “Juhdul muqill”,
kerja kerasnya orang yang serba terbatas; maka keterbatasan diri tidak boleh
membuat orang tidak berbuat kebaikan.”
“Maka, jangan sampe jadi manusia yang tidak
punya prestasi. Berprestasilah, dan harus punya keunggulan. Berprestasilah
dalam kebaikan, kemakrufan dan kebenaran.”
“Di pondok ini semangatnya adalah kebersamaan
untuk memberi, bukan kebersamaan untuk bagi-bagi. Ingat, dalam berjuang dan
berjihad jangan berpikir dapat apa, berapa, itu sampah-sampah perjuangan.”
“Di pondok ini kita tanamkan “bom,” yaitu “bom
spiritual,” bukan bom kimiawi. Kita didik santri-santri ini menjadi “bom
spiritual,” untuk “mengebom” sesuatu yang tidak benar, kemungkaran dan
kemunduran.”
“Tiap orang punya aib, tiap lembaga punya
kekurangan. Boleh membaca aib orang, tapi jangan membacakannya. Bedakan antara
membaca dan membacakan. Suasana sekarang ini semrawut, karena saling membacakan
aib orang lain.”
“Ulama yang mempertahankan harga diri dan
meninggalkan persatuan umat, menjauhi ukhuwah Islamiyah, tidak usah diikuti,
itu ulama palsu. Umat ditinggalkan ulama itu pahit, tapi lebih pahit lagi kalau
ulama ditinggalkan umat.”
No comments:
Post a Comment
Terima kasih jika Anda bersedia memberikan komentar